sumber : islami.co |
India, belakangan ini, menjadi sorotan usai sejumlah insiden melibatkan pertikaian kelompok antar-agama. Pengamat menilai kebijakan yang diskriminatif menjadi penyebab konflik kerap pecah.Terbaru, dua warga Muslim memenggal kepala penjahit Hindu karena dianggap mendukung Juru Bicara Partai Bharatiya Janata (BJP), Nupur Sharma, yang diduga menghina Nabi Muhammad.
Ketika itu, Sharma menyinggung soal hubungan Nabi Muhammad dengan istrinya di sebuah televisi.
Setelah komentar Sharma, demonstrasi meluas di hampir seluruh penjuru India. Banyak warga yang menuntut politikus BJP dihukum sesegera mungkin.Insiden pemenggalan itu bermula saat korban menyuarakan dukungan terhadap penghinaan nabi. Sejak saat itu, ia kerap menerima ancaman pembunuhan.
Di suatu hari, dua penyerang datang ke toko tempat ia menjahit. Mereka menyamar sebagai pelanggan kemudian menyerang korban menggunakan pisau besar.Sesaat kemudian, polisi bergegas ke lokasi. Pemerintah juga mengerahkan aparat tambahan untuk memastikan keamanan.
Mencegah konflik semakin meluas, pihak berwenang juga menerapkan aturan ketat bak lockdown. Di antaranya aturan jam malam dan pembatasan akses internet.Menanggapi kasus pemenggalan kepala penjahit Hindu dan konflik yang kerap terjadi belakangan ini, pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Indonesia, Yon Machmudi, tak melihat ada gejala radikalisme maupun terorisme di India.“Yang ada adalah buruknya hubungan antara kelompok Muslim dan Hindu yang dipicu sentimen keagamaan dari elite politik di India,”ujar Yon saat dihubungi CNNIndonesia.com pada Kamis (30/6).Ia menilai pemicu konflik komunal di India justru kebijakan diskriminatif, yang tak merangkul semua golongan. Dengan demikian, tindakan kekerasan dan aksi balas dendam sering terjadi di luar batas kewajaran dan mengerikan.Fenomena tersebut, lanjut Yon, bukan dipicu jaringan terorisme namun lebih sebagai kejadian lokal karena konflik komunal yang sudah akut.
India memasuki tahun politik pada 2022 ini menyambut pemilihan umum pada Agustus mendatang.Senada dengan Yon, pengamat hubungan internasional dari Universitas Islam Negeri Jakarta, Ubaedillah, menilai partai berkuasa di India saat ini, BJP, memiliki kecenderungan anti-Islam.“Mendekati Pemilu, partai berkuasa ingin membangun solidaritasnya dengan membawa jargon sentimen agama. Memang mengkhawatirkan, agama dibawa sebagai identitas politik itu akan berbahaya,” jelasnya.Partai BJP disebut menerapkan nasionalisme Hindu. Asian Studies melaporkan, partai BJP juga disebut masih menggunakan retorika nasionalis, termasuk para pemimpin yang menyerukan pengusiran Muslim dari daerah mayoritas Hindu dan pengkritik Modi untuk pindah ke Pakistan.Menurut laporan Institut Internasional untuk Studi Strategis (IISS) kebijakan diskriminatif itu berupa amandemen undang-undang kewarganegaraan nasional yang dianggap mendiskriminasi umat Islam, dan penghapusan ketentuan otonomi yang diberikan ke Jammu dan Kashmir, satu-satunya negara bagian mayoritas Muslim di India.Kemudian serangan main hakim sendiri terhadap Muslim yang menjual atau mengonsumsi daging sapi, yang dilarang di sebagian besar India, dan penegakan peraturan yang mempersulit perkawinan antara umat Hindu dan Muslim.Selain faktor politik, Yon menerangkan dari sisi sejarah hubungan antara Muslim di India juga tak harmonis. Pada 1992, terjadi penghancuran Masjid Babri di negara bagian Uttar Pradesh, kota Ayodya . Kerusuhan tersebut mencuat usai rapat politik organisasi ultranasionalis Hindu.Setelah penghancuran masjid itu, umat Muslim menyerukan balas dendam dan menyerang puluhan kuil Hindu di Pakistan. Tercatat sekitar 30 kuil diluluh-lantakkan.Pakistan merupakan rumah bagi sejumlah situs suci bagi umat Hindu.Bukan karena RadikalismeSementara itu, pengamat kajian Asia Selatan dari Universitas Indonesia, Rizali Indrakesuma, menilai kejadian pemenggalan bukan penjahit Hindu oleh warga Muslim bukan karena radikalisme.Menurutnya, oknum-oknum beragama Islam yang berhaluan radikal ada di berbagai pelosok dunia.“Saya belum yakin bahwa oknum-oknum beragama Islam yang membunuh penjahit beragama hindu di negara bagian Rajasthan itu melakukan tindakan karena pandangan radikal,” jelas Rizali.Ia menegaskan sekarang belum tepat untuk menyimpulkan hal-hal yang berkaitan dengan peristiwa tersebut. Ada baiknya, menunggu investigasi selesai, kata dia.Selain itu, Rizali tak menampik kehadiran orang yang disebut radikal Islam di India. Namun, ia mengatakan jumlah kelompok itu hanya sedikit dan belum melangkah ke tindakan terorisme.Pemerintah India, lanjutnya, cukup ketat memantau pergerakan kelompok radikal agar tak sampai melakukan aksi terorisme atau kekerasan.“Tak ada kawasan khusus di India yang dianggap sebagai sarang kaum Islam radikal. Mereka bisa berada di mana saja di India,” ujarnya.Konflik yang melibatkan kelompok antar-agama bukan kali pertama terjadi.Sebelumnya, sejumlah ekstremis Hindu yang berniat menghancurkan Taj Mahal karena bangunan itu diyakini berdiri di atas Kuil Siwa.Kasus lain, aparat kepolisian yang menghancurkan rumah penduduk karena diduga mereka beragama Islam usai bentrok Muslim-Hindu tak lama setelah festival Ram Navara berlangsung.Lalu, ada pula pengadilan di India menilai memakai hijab bukan prinsip penting dalam Islam. Putusan itu muncul usai beberapa mahasiswa Muslim menuntut hak mereka mengenakan hijab di kampus Karnataka.Kasus sentimen agama yang terus mencuat dan kerap kali menyasar warga Muslim terjadi saat Narendra Modi menjadi perdana menteri.Sebuah laporan bahkan menyebut, Modi telah mengubah India menjadi nasionalis hindu (Hindutva).Berkaitan dengan sebutan itu, Rizali tak sepakat. Ia menilai Modi tak mengubah India menjadi Hindutva namun melakukan hal lain.“Beliau [Modi] melakukan pembiaran terselubung atas berbagai gerakan ultra nasionalis Hindu di India,” jelas Rizali.Pembiaran terselubung secara resmi menyatakan kecaman terhadap tindakan kekerasan oleh oknum-oknum Hindu kepada orang-orang Islam.“Tetapi tidak terlalu antusias untuk melakukan investigasi atas kasus-kasus kekerasan tersebut. Seperlunya saja,” ucap dia lagi.Rizali juga tak sepakat konflik Hindu-Islam di India berkaitan dengan Pemilu.“Partai penguasa saat ini, BJP, masih mayoritas di banyak negara bagian dan kemungkinan besar akan menang lagi,” pungkasnya.
India juga telah mengerahkan ratusan polisi mengamankan Udaipur di tengah penerapan jam malam dan pembatasan gegara kasus pemenggalan tersebut |